Menurut Ibnu Qadamah dalam Minhajul Qashidin, hakikat amarah adalah laksana darah yang menggelegak di dalam hati sebagai upaya untuk mencari pelampiasan. Kapan pun seseorang marah, maka api amarahnya berkobar dan membuat darah di hatinya menggelegak, kemudian menyebar ke seluruh nadi dan naik ke seluruh anggota badan, sebagaimana naiknya air ketika menggelegak di atas tungku.
Perasaan marah bisa muncul ketika sesuatu tidak sesuai keinginan. Dalam interaksi sehari-hari, tentunya kita pernah merasakan marah. Entah kepada teman, saudara, suami/istri, atau mungkin pada orang tua. Sikap marah tidak selamanya harus dihindari asal kita bisa mengendalikannya. Terus bagaimana agar kita bisa menahan dan mengendalikan diri ketika marah?
Seperti yang dibahas dalam salah satu edisi majalah Nurul Hayat, berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menahan dan mengendalikan marah:
Berdoa kepada Allah dan berdzikir
Ketika perasaan marah mulai muncul, segeralah baca ta’awudz:
Dalam riwayat Muslim Rasulullah SAW bersabda: “Sungguh, aku ingin mengajari satu ucapan yang seandainya ia ucapkan tentu hal itu (kemarahannya) akan hilang darinya. Yaitu, Aku berlindung dari godaan syetan yang terkutuk.”
Selain itu dalam Al-Quran surah Ar-Ra’d ayat 28 Allah berfirman:
“Ingatlah, dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”.
Ketika marah, sadarilah bahwa kita sedang marah
Tetap sadar ketika marah penting dilakukan. Dengan begitu kita bisa menguasai api amarah, bukan malah sebaliknya, kita yang dikuasai oleh api amarah.
Jangan menggadaikan kedudukan kita di hadapan Allah
Marah memang manusiawi, tapi jangan sampai hal itu menggadaikan kedudukan kita di sisi Allah. Pikirkan keutamaan menahan marah, keutamaan berlemah lembut dan memberi maaf.
Allah berfirman dalam surah Ali-Imron ayat 134:
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”
Rasulullah SAW juga bersabda yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah:
“Barang siapa yang menahan amarahnya sedangkan ia sanggup melampiaskannya, (kelak di hari kiamat) Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluk-Nya hingga menyuruhnya memilih salah satu dari bidadari surga dan menikahkannya dengan hamba tersebut dengan kemauannya”.
Abu Darda’ pernah bertanya kepada Rasulullah: Ya Rasulullah, tunjukkanlah padaku satu amalan yang bisa membawaku ke surga. Rasulullah menjawab: “Jangan marah, maka kamu akan mendapatkan surga”. (HR. Thabrani)
Menggunakan skala level marah
Jika kita terpaksa marah, gunakanlah skala level marah. Tentunya beda cara kita marah pada orang tua, kakak, adik, teman, suami/istri. Di sini gunanya skala level marah. Agar ketika marah, kita tidak terlalu kasar sehingga cenderung mendzalimi tetapi juga tidak terlalu halus sehingga diremehkan.
Marah dengan diam
Rasulullah SAW bersabda: “Apabila salah seorang di antara kamu marah, maka diamlah!” (HR. Ahmad)
Mengganti posisi
Rasulullah bersabda: “Maka apabila salah seorang di antara kamu marah dalam keadaan berdiri, duduklah. dan apabila dalam keadaan duduk, berbaringlah!” (HR. Abu Daud)
Berwudhu’
Ini senjata pamungkas untuk menahan marah. Sabda Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya marah itu dari syetan dan syetan terbuat dari api, dan api hanya bisa dipadamkan dengan air. Oleh karena itu, apabila seseorang di antara kamu marah, maka berwudhu’lah”. (HR. Abu Daud)
Itulah beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menahan dan mengendalikan rasa marah. Jadi, Laa Taghdhob sahabat cerdas ya,,, 🙂