in

Tips mengatasi perfeksionisme

Mengatasi perfeksionisme

Tips mengatasi perfeksionisme – Boleh nggak saya selalu tampil sempurna? Boleh nggak saya mengejar kesempurnaan ketika bekerja? Apa salahnya bila saya berupaya memperhatikan segala detail kecil agar acara ini berjalan sesempurna mungkin?

 

Tanya seseorang kepada saya. Ya, tidak apa-apa. Boleh-boleh saja mengejar kesempurnaan. Bila kita tidak mengejar kesempurnaan, kita tidak akan memiliki semangat untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan diri. Keinginan untuk terus menyempurnakan diri itulah yang menginspirasi kebangkitan dan kebesaran industri otomotif Jepang. Lewat filosofi Kaizen-nya yang terkenal itu.

 

Jadi, mengejar kesempurnaan tidak pernah salah, dan harus terus digalakkan.

 

Yang perlu dihindari adalah sikap kita yang perfeksionis atau terlalu ingin sempurna dalam segala hal. Bukan kesempurnaannya itu sendiri yang berpengaruh buruk, tetapi keinginan serta sikap kita untuk selalu sempurna itu. Bisa-bisa malah menghambat kemajuan. Itulah yang dimaksud perfeksionisme.

 

Perfeksionisme dalam beberapa kasus tidak beriringan dengan produktivitas. Orang yang ingin selalu sempurna pada akhirnya tidak menghasilkan apa-apa dan tidak menuntaskan pekerjaan apa-apa. Detail dan fokusnya pada hal-hal kecil membuatnya menghindari menghasilkan karya. Sebab, dia takut karyanya tidak sempurna. Nah, ketakutan itulah yang menghambatnya menghasilkan sesuatu.

 

Agar mudah, ayo kita baca ilustrasi berikut tentang seorang mahasiswa yang belum bisa mengatasi perfeksionisme-nya.

Gambar: Huffingtonpost. Mengatasi perfeksionisme:

 

Seorang mahasiswa, sebutlah namanya Dewi, sangat berfokus pada kesempurnaan. Dia selalu ingin meraih nilai terbaik, A. Untuk itu, dia selalu duduk di depan ketika kuliah, selalu mencatat penjelasan dosennya dengan cermat, dan mempelajari ulang semua diktat atau buku setelah pulang dari kampus.

 

Pada suatu hari, dosennya memberikan tugas kelompok. Membuat paper ilmiah tentang cara penanganan kenakalan remaja. Nah, anggota kelompoknya ini tidak begitu antusias mengerjakan tugas itu. Ketika diskusi, beberapa anggota datang terlambat, serta tidak selesai mengerjakan tugas yang diberikan.

 

Dewi sangat kecewa, karena proses diskusi kelompok tidak berjalan sesuai harapannya. Dia merasa anggota kelompok lainnya tidak seserius dirinya. Akhirnya, dia mengerjakan tugas itu sendiri. Karena sisa waktunya terbatas, akhirnya hasil paper-nya kurang sempurna. Dewi yang sudah merasa kecewa dan tidak puas dengan hasilnya lantas membuang paper tersebut.

 

Akhirnya, sang dosen marah karena Dewi dan kelompoknya tidak menyerahkan paper tepat pada waktunya.

 

Potret kehidupan seorang Dewi di atas sering dialami orang perfeksionis. Kecemasan dan kekhawatiran karena tidak menghasilkan karya sempurna menggagalkannya menggapai tujuan.

 

Itulah yang sering terjadi apabila seseorang sudah dilanda perfeksionisme. Apalagi bila kadarnya sudah berlebihan. Selain tidak bisa menggalang kebersamaan, dia terlalu diliputi kecemasan karena takut bahwa hasilnya tidak sesuai harapan.

 

Menurut Eleanor Chin, MAPP dalam artikelnya “Perfectionism and Productivity: Visions of Success or Fear of Failure?” yang diterbitkan di Positive Psychology Daily, ada beberapa cara yang bisa diambil untuk mengatasi perfeksionisme. Apa saja? Yuk kita simak di bawah ini.

 

Tips-tips mengatasi perfeksionisme

 

Pertama, utamakan KEUNGGULAN, bukan kesempurnaan. Apabila seseorang sudah mulai mengidap ‘perfeksionisme’, dia cenderung ingin sempurna dalam segala hal. Termasuk detail-detail kecil. Bahkan noda kecil di banner yang digunakan di seminar misalnya, tidak luput dari pengawasannya. Tidak jarang orang yang perfeksionis malah terseret untuk menangani hal-hal yang kecil sehingga lupa untuk menggapai keunggulan yang lebih besar. Ya, target aslinya terlupakan, tetapi malah mengurusi detail-detail kecil, yang sebenarnya bisa ditugaskan kepada orang lain.

 

Nah, untuk mengatasi gejala seperti ini, seseorang harus selalu fokus pada keunggulan. Fokus pada target awal. Bukan mengejar kesempurnaan dalam hal-hal kecil, yang mungkin bahkan tidak diperhatikan orang lain.

 

Kedua, kembangkan mindset BELAJAR. Selain terlalu detail mengurusi hal-hal kecil, orang perfeksionis sering menganggap segala hal dengan terlalu serius. Dan dia berharap bahwa orang lain akan seserius dan seteliti dirinya dalam mempersiapkan dan melihat segala sesuatunya. Faktanya, setiap orang berbeda. Dan setiap proses memberikan hasil yang tidak sama. Ya, orang perfeksionis menganggap persiapan sebagai pertunjukan, dan pertunjukan sebagai pertunjukan terakhir yang harus perfecto. Akhirnya, dia selalu diselimuti ketegangan dan perasaan takut gagal. Tak jarang, orang perfeksionis menghindar dari mengambil tanggung jawab. Sebab, dia takut tidak bisa sempurna dalam melaksanakan tanggung jawab itu.

 

Padahal, dia semestinya menganggap semua proses sebagai aktivitas “BELAJAR”. Artinya, tidak ada kegagalan dan kekalahan. Yang ada hanya proses pembelajaran. Seperti kata pepatah “kadang kita menang, kadang kita belajar”.

 

Ketiga, berfokuslah menemukan HIKMAH, bukan mencari-cari kesalahan. Karena fokus orang perfeksionis pada detail serta kesalahan kecil, dia selalu punya sederet daftar sebab dan akibat. Ketika dihadapkan pada fakta bahwa dia gagal, dia akan mengeluarkan catatan itu. Artinya, dia selalu punya kambing hitam atas kegagalan atau ketidaksempurnaan yang terjadi. Bahkan ketika tujuannya tercapai, dia masih tidak akan merasa puas. Dia masih kecewa, karena dia selalu terdorong untuk mengejar kesempurnaan tanpa cacat sedikit pun.

 

Agar perfeksionisme tidak menggerogoti kebahagiaan dan kesehatan, sebaiknya fokuskan untuk menemukan hikmah yang bisa dipetik dari kesalahan yang terjadi. Bukan melihat kesalahan belaka. Tetapi apa yang bisa dipelajari agar kesalahan tersebut tidak terulang lagi.

 

Keempat, tempatkan dalam PERSPEKTIF yang semestinya. Sering kali orang yang perfeksionis tidak lagi dapat melihat kesalahan dan ketidaksempurnaan secara proporsional. Dalam suatu waktu, kadang dia terlalu membesar-besarkan masalah kecil. Alhasil, dia menjadi begitu kecewa atas hasilnya. Tidak jarang, dia marah dan kecewa terhadap orang menimbulkan masalah kecil tersebut. Dan entah karena memang kepribadiannya, kekecewaan itu sering berlarut-larut, sehingga kadang menimbulkan konflik baru dengan orang lain.

 

Baiknya memang segalanya ditempatkan dalam PERSPEKTIF yang semestinya. Kalau masalahnya memang kecil dan tidak begitu mengganggu pencapaian target, biarlah kesalahan kecil itu tetap kecil dengan tidak membesar-besarkannya. Apabila masalah kecil dibesar-besarkan, target atau keunggulan malah jadi terabaikan.

 

Kelima, PANTAU KENYINYIRAN Anda sendiri saat Anda atau orang lain melakukan kesalahan. Perasaan selalu ingin sempurna membuat orang perfeksionis cenderung menuntut hal yang sama dari orang lain. Ketelitian, daya tahan, kekuatan, dan ketekunan yang sama. Padahal, setiap orang berbeda. Ketika hasilnya tidak sesuai, ada perasaan cemas dan godaan untuk mengkritiki orang yang melakukan kesalahan tersebut. Termasuk membesar-besarkan masalah kecil, seperti disinggung sebelumnya. Nyinyir merupakan salah satu cara orang perfeksionis untuk melegakan dan meluapkan kecemasan dan kekhawatirannya. Namun, nyinyir bukannya menyelesaikan masalah. Seringnya malah menimbulkan masalah baru. Sebab, orang yang dinyinyiri merasa tidak dihargai.

 

Dus, ketika terjadi kesalahan, tepis godaan untuk menyampaikan ucapan nyinyir. Tahan semaksimal mungkin. Fokuskan pada keberhasilan-keberhasilan kecil. Kalau keceplosan, upayakan untuk memantau dan menguranginya di kesempatan berikutnya. Ringkasnya, nyinyirilah kenyinyiran Anda sendiri, dan kurangi nyinyir terhadap orang lain.

 

Terakhir, nikmatilah PERJALANAN, bukan tujuan. Karena terlalu fokus pada kesempurnaan dan tujuan akhir, orang perfeksionis jarang menikmati proses atau perjalanan menuju tujuan tersebut. Setiap kali ada hambatan atau rintangan, dianggaplah hambatan atau rintangan tersebut sebagai ketidaksempurnaan. Sebagai penghalang yang harus dilenyapkan. Sebagai kesalahan yang harus dikritisi. Padahal, tujuan tidak akan tercapai dengan baik bila prosesnya atau perjalanannya tidak berlangsung baik. Tujuan tidak akan tercapai secara memuaskan, apabila perjalanannya dipenuhi konflik dan pertentangan.

 

Orang perfeksionis mestinya juga belajar menikmati perjalanan. Menjadikan kesalahan dan kekurangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan dan proses untuk menggapai tujuan besar. Kesalahan dan kekurangan adalah titik-titik pembelajaran yang bisa menyempurnakan seseorang. Ketika tujuannya tercapai, kebahagiaannya tidak hanya karena tercapainya tujuan, tetapi kematangan kepribadian karena bisa berdamai dengan kekurangan dan kesalahan kecil.

*

 

Mengubah tabiat perfeksionisme serta kebiasaan untuk selalu sempurna memang tidak mudah. Tetapi tetap tinggal dalam zona perfeksionisme itu juga sama tidak mudahnya. Selalu kecewa, tidak puas, dan sakit hati selalu mendera hati. Menyaksikan kesalahan kecil saja kita sudah tidak karuan-karuan. Kita selalu ingin memperbaiki atau bahkan mengkritisinya.

 

Ada pepatah yang mengatakan “ketidaksempurnaanlah yang membuat manusia itu menjadi manusia”. Ringkasnya, manusia memang tidak sempurna, karena itulah dia menjadi manusia. Oleh karenanya, kita harus berdamai dan mencoba hidup dengan segala ketidaksempurnaan itu.

 

Mungkin pada akhirnya, kita bisa melihat keindahan di balik ketidaksempurnaan. Dan tujuan akhir kita tercapai, kita bisa mengatasi perfeksionisme, dan belajar menerima keadaan dan kekurangan orang lain. Serta, mampu berdamai dengan ketidaksempurnaan kita sendiri.

 

Bagikan ke:
perempuan serius menghitung uang

Kiat Menata Uang agar Bahagia di Akhir Bulan

pamflet acara dengan pembicara

Tips Mengatasi Ketakutan Saat Public Speaking